
Semua orang berisiko tertular tuberkulosis (TBC). Namun, terdapat kelompok masyarakat dengan risiko lebih tinggi tertular penyakit ini.
“Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi tertular TBC, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” ujar Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, dikutip dari laman Kemenkes, Kamis 31 Januari 2025.
Selain itu, lanjut Yudhi, orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, dan lansia yang memiliki interaksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, dan masyarakat yang tinggal di permukiman padat dan kumuh.
Baca Juga: Catat! Ini Daftar 144 Penyakit yang Dijamin BPJS Kesehatan
Penularan TBC yang menyebar lewat udara ketika orang batuk, bersin, atau meludah, perlu menjadi perhatian.
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2024 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 5-10% orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala dan mengembangkan penyakit TBC.
Penyakit TBC yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis masih menjadi masalah kesehatan global.
Pada 2023, diperkirakan 10,8 juta orang di dunia sakit karena TBC. Indonesia menempati posisi kedua di dunia dengan estimasi 1.090.000 kasus TBC baru setiap tahun dan 125.000 kematian akibat TBC.
Bakteri TBC dalam percikan (droplet) dapat bertahan selama beberapa jam di ruangan yang lembap dan tidak terpapar sinar matahari.
“Bila percikan droplet tersebut dihirup oleh orang lain, terutama mereka yang memiliki kontak erat dengan pasien TBC, maka risiko penularan semakin tinggi,” katanya.
“Setelah seseorang terinfeksi, kuman Mycobacterium tuberculosis bisa dalam kondisi aktif atau tidak aktif (dormant) dalam tubuhnya. Jika daya tahan tubuhnya baik, maka bakteri TBC akan tetap tidur. Namun, jika daya tahan tubuh menurun, bakteri ini bisa menjadi aktif dan menyebabkan penyakit.”
Halaman: